nah berikut ini adalah bangunan-bangunan yang dibangun tanpa menggunakan Paku
Pagoda Kayu Yingxian atau juga disebut Buddha Palace Mosque Shijia, Pagoda ini
terletak di Porvinsi Shanxi di China. Pagoda ini adalah salah satu dari lima
arsitektur kuno di Provinsi Shanxi.
Pagoda ini sebenarnya telah berdiri hampir 1000 tahun yang lalu, namun
Rusak oleh perang hingga akhirnya Pagoda ini didirikan kembali pada tahun 1056
dan berdiri hingga saat ini.
Nah, Struktur bangunan ini adalah segi delapan setinggi 67,3
meter, dengan diameter lantai dasar 30 meter, memiliki 5 lantai dan 6 atap, setiap
lantai memiliki lapisan dalam, sehingga memiliki 5 lantai luar dan 4 lantai
dalam dengan total keseluruhan 9 lantai. Nah dengan struktur seperti itu Pagoda
Kayu Yingxian tidak menggunakan paku. Semua bahan berasal dari kayu dan dihubungkan
dengan 50 jenis tatakan dasar. Setiap lantai pagoda ini juga didukung dengan
pilar-pilar kayu dari dalam dan luar dengan sekitar 60 macam balok, kayu
tunggul dan pilar-pilar pendek yang digunakan di antara tiang-tiang kayu.
Istana Malige
Istana Malige atau Istana
Sultan Buton, terletak di Kelurahan Melai, Kecamatan Betoambari, Kota Bau Bau –
Sulawesi Tenggara. Struktur bangunannya sangat unik yaitu rumah panggung dari
kayu bertingkat tiga dan bangunan ini juga dibangun tanpa menggunakan Paku sama
sekali. Dulunya Istana Malige ini digunakan oleh Sultan La Ode Hamidi sebagai
pusat pemerintahan dan tempat tinggal keluarganya. namun sekarang digunakan
sebagai museum tempat menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan
Kesultanan Buton, seperti meriam kuno dan benda-benda peninggalan lainnya.
Struktur bangunan ini adalah sebagai berikut,
Lantai pertama terdiri dari 7 petak atau ruangan, Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Tiap kamar mempunyai tangga sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di sebelah kiri dan 7 tangga sebelah kanan, seluruhnya 14 buah tangga, Lantai ketiga berfungsi sebagai tempat rekreasi, Lantai keempat berfungsi sebagai tempat penjemuran. Di samping kamar bangunan Malige terdapat sebuah bangunan seperti rumah panggung kecil, yang dipergunakan sebagai dapur, yang dihubungakan dengan satu gang di atas tiang pula. Dan ingat gan, semuanya digabung menjadi sebuah bangunan megah tanpa menggunakan Paku sama sekali.... waouw...
Lantai pertama terdiri dari 7 petak atau ruangan, Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Tiap kamar mempunyai tangga sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di sebelah kiri dan 7 tangga sebelah kanan, seluruhnya 14 buah tangga, Lantai ketiga berfungsi sebagai tempat rekreasi, Lantai keempat berfungsi sebagai tempat penjemuran. Di samping kamar bangunan Malige terdapat sebuah bangunan seperti rumah panggung kecil, yang dipergunakan sebagai dapur, yang dihubungakan dengan satu gang di atas tiang pula. Dan ingat gan, semuanya digabung menjadi sebuah bangunan megah tanpa menggunakan Paku sama sekali.... waouw...
Masjid Jamik Bingkudu
Masjid Jamik Bingkudu terdapat di jorong Bingkudu nagari
Canduang Koto Laweh kecamatan Canduang.
Masjid tua ini sudah berumur ratusan tahun dan memiliki bentuk yang
unik, sehingga menarik untuk dijadikan objek wisata Religius. Terletak
kira-kira 4 Km dari Simpang Canduang ke
arah kaki Gunung Merapi.
Bangunan masjid ini terbuat dari kayu dan juga dibangun
tanpa paku, sambungan pada bangunan hanya diperkuat dengan pasak. Struktur bangunan ini memiliki Atap bertingkat-tingkat, terdiri dari tiga
tingkat,mirip bangunan pagoda. Bahan atapnya ijuk, memiliki kolong setinggi 1,5
meter.
Tinggi bangunan dari tanah sampai ke puncak sekitar 19 meter dengan luas 21 x
21 meter, luas tanah lokasi bangunan sekitar 60 x 60 meter.
Tiang bangunan terbuat dari kayu berbentuk segi 12 berjumlah 53 buah dengan diameter lebih kurang 30cm dan sebuah tonggak macu bersegi 16 di tengahnya dengan diameter 75 cm.
Untuk memasuki Masjid harus melalui tangga dari kayu, di samping tangga terdapat kulah, yakni tempat air untuk mencuci kaki.
bagian dalam berlantai papan, terdapat mimbar berbentuk leter L dan penuh ukiran.
Mimbar berwarna coklat dan keemasan serta memiliki tangga unik yang dibuat tahun 1906. Pada loteng dan tonggak dipasang lampu gantung kuno buatan zaman Belanda.
Tiang bangunan terbuat dari kayu berbentuk segi 12 berjumlah 53 buah dengan diameter lebih kurang 30cm dan sebuah tonggak macu bersegi 16 di tengahnya dengan diameter 75 cm.
Untuk memasuki Masjid harus melalui tangga dari kayu, di samping tangga terdapat kulah, yakni tempat air untuk mencuci kaki.
bagian dalam berlantai papan, terdapat mimbar berbentuk leter L dan penuh ukiran.
Mimbar berwarna coklat dan keemasan serta memiliki tangga unik yang dibuat tahun 1906. Pada loteng dan tonggak dipasang lampu gantung kuno buatan zaman Belanda.
Umah Edet Pitu Ruang
Umah Edet Pitu Ruang adalah Rumah Adat Gayo Banda aceh. Umah
Edet Pitu Ruang Gayo tersebut juga dibangun tanpa mengunakan paku, tetapi dipasak dengan
kayu yang telah diukir dengan bermacam-macam motif Ornamen yang memiliki
arti tersendiri. Ukiran tersebut bentuk nya berbeda-beda, ada yang berbentuk
hewan dan ada yang berbetuk seni kerawang Gayo yang di pahat khusus.
Struktur bangunan Umah Edet Pitu Ruang ini memiliki kolong yang tinggi sekitar
2 M – 2,5 M diatas tanah Memiliki tangga kayu dengan anak tangga yang selalu
Ganjil, sesuai dengan Jenis rumah adat nya, ada yang beranak tangga 5, 7, dan
9. Serupa dengan Rumah adat aceh, Umah Edet Pitu Ruang ini memanjang dari Timur
ke Barat. Lantai rumah pada umumnya dibuat dari Pokok pohon Enau atau batang
bambu yang cukup Tua, yang direndam dulu agar jangan dimakan Bubuk atau Rayap.
Atap rumah terbuat dari daun(Serule), dan disemat dengan serat kulit
tumbuh-tumbuhan lelede, Kereteng atau Nuneng. Memiliki Tiang rumah sebanyak 36
buah dan berderet sebanyak empat-empat baris dan ditengah ruangan terdapat dua
buah tiang utama, satu diambil dari dataran tinggi dan satu nya lagi diambil
dari dataran rendah(Bagian dari Kepercayaan Tradisi Adat Gayo)
Rumah si Waluh Jabu
Rumah si Waluh Jabu adalah Rumah adat Suku Karo yang terletak di
dataran tinggi Sumatra utara Tanah Karo. Rumah si Waluh Jabu sendiri artinya adalah
Rumah delapan Keluarga, jadi Maksudnya rumah si Waluh Jabu Dihuni Oleh Delapan
Keluarga. Dibangun diatas tanah dan memiki kolong setinggi 2M-2,5M dari
permukaan Tanah. Lebar Ruangan untuk
satu Keluarga adalah 3m X 4m masing-masing Kamar Tersusun 4dikiri rumah dan 4
Lagi dikanan Rumah dibagian tengah
terdapat Lorong sebagai jalan umum rumah
yang lebarnya kurang lebih 1,5M. Rumah adat suku karo ini hanya memiliki 2
pintu yang dihubungkan jalan oleh lorong tengah. Disetiap luar pintu dibangun
kaki lima berukuran 3m X 4m, dan memiliki tangga dari kayu yang juga beranak
tangga Ganjil. Tinggi keseluruhan bangunan lebih kurang 20M Termasuk 9M hanya
untuk tinggi Atapnya saja. memiliki 20 tiang utama, 6 dari tiang–tiang ini
dipasang menembus lantai berfungsi untuk
menopang struktur atap dan lantai, Sedangkan 14 sisanya dipasang tepat dibawah
lantai bangunan dan mepunyai fungsi hanya untuk menopang lantai. Untuk
menghubungkan ke 16 tiang ini satu dengan yang lain digunakan balok kayu yang
dipasang menembus tiang – tiang bangunan dengan posisi yang saling bersilangan.
Dan benar Rumah adat karo Juga dibangun tanpa menggunakan Paku sama sekali.
Suku karo juga pada dasarnya adalah Suku yang memiliki
ilmuan natural yang handal termasuk didalam Ilmu Arsitekturnya yang Handal.
Mengapa saya bilang begitu?
Didalam sebuah buku oleh Jhon Anderson yang berjudul The Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Terbit 1826 dan terbit ulang 1971. Mengatakan bahwa dulu dia menemukan Rumah adat karo di Sunggal sebanyak lebih kurang 50 rumah adat Karo. Selain itu Juga bahwa di Batukarang pada saat itu pernah dibangun rumah 16 jabu, dan di Seberaya pernah ada rumah 24 jabu. Dan katanya Bangunan Rumah 16 Jabu dibangun tingkat dua serta rumah 24 jabu dibangun Tingkat 3.
Jadi Rumah si 24 Jabu = 24 Kamar selebar 3M X 4M + 1,5M jalan Tengah + 3Tingkat +9M Atap nya saja ditambah tinggi Setiap tingkatnya 3M/ Tingkat dan Semuanya adalah Kayu yang Tanpa di paku.
hmmm... Mari kita bayangkan.... :D
Didalam sebuah buku oleh Jhon Anderson yang berjudul The Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Terbit 1826 dan terbit ulang 1971. Mengatakan bahwa dulu dia menemukan Rumah adat karo di Sunggal sebanyak lebih kurang 50 rumah adat Karo. Selain itu Juga bahwa di Batukarang pada saat itu pernah dibangun rumah 16 jabu, dan di Seberaya pernah ada rumah 24 jabu. Dan katanya Bangunan Rumah 16 Jabu dibangun tingkat dua serta rumah 24 jabu dibangun Tingkat 3.
Jadi Rumah si 24 Jabu = 24 Kamar selebar 3M X 4M + 1,5M jalan Tengah + 3Tingkat +9M Atap nya saja ditambah tinggi Setiap tingkatnya 3M/ Tingkat dan Semuanya adalah Kayu yang Tanpa di paku.
hmmm... Mari kita bayangkan.... :D